Home > Uncategorized > BUDAYA BERTANYA

BUDAYA BERTANYA

Bila manusia mulai bertanya-tanya,itu pertanda ia sudah menyentuh dunia filsafat.menurut C.A.VAN PEURSEN,jika pertanyaan-pertnyaan itu sudah disertai rasa heran , yang menbuatnya termenung ,ia pun menjelma menjadi seorang filsafat.

 

Mungkin itulah sebabnya,mengapa filsafat dianggap sebagai orang yang ilmunya pantas dijelajahi oleh orang-orang yang cerdas.orang-orang bodoh tak mungkin akrab dengan filsafat.sebab orang bodoh cenderung bersikap masa bodoh terhadap diri dan lingkungan nya.hanya orang cerdas yang memiliki lebih banyak kepedulian terhadap lingkungansosial dan lingkungan alam disekitarnya ,dibandingkan dengan mereka yang taraf kecerdasannya lebih rendah.kepedulian itulah yang mengandung keterlibatan sosial.

 

Sehingga semakin peduli akan menyebabkan semakin dalam ia terlibat dengan masalah-masalh lingkungan.dam semakin dalam ia terlibat semakin mungkin ia menemukan pertanyaan-pertanyaan baru hanya orang-orang cerdas yang mempunyai kebiasaan bertanya .

 

Salah satu ciri orang yang cerdas adalah kecenderungannya untuk selalu dan suka bertanya,termasuk mempertanyakan hal-hal yang paling “ pantang “ sekalipun karena selalu dan suka bertanya menjadi kencenderungan yang tak dapat dia elakan ,bahkan kemudian menjadi hal yang dia sukai.maka ada proses yang mendorong tumbuhnya kebiasaan bertanya

 

Jika benar kebiasaan bertanya dapat mendorong seseorang untuk menjadi lebih cerdas ,bagaiman halnya dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, seperti yang diamanahkan oleh UUD 45 ?

Bisakah kita katakana bahwa upaya mencerdaskan kehidupan bangsa,haruslah didasari dan disertai upaya membudayakan kebiasaan bertanya diseleruh kalangan masyarakt ?

 

Kita tak mungkin menjadi bangsa yang cerdas ,jika kebiasaan bertanya malah dicurigai sebagai budaya riberal ,budaya “ import “.budaya yang tak dihargai tata krama.jika kita sudah berhenti bertanya maka akibatnya adalah : tidak akan memperoleh jawaban-jawaban baru.dan jika tidak ada jawaban-jawaban baru,kita pun akan hidup sebagai bangsa yang hanya menguyah-unyah dan mengulang-ulang jawaban lama.dengan hanya mengandalkan jawaban-jawaban lama,kehidupan berbangsa kita terancam berhenti.kita akan menjadi bangsa bangsat,yang semakin lama semakin kerdil,kita akan menuju kemasa lampau dan bukannyamelangkah ke masa depan.

 

Jika sudah berhenti bertanya,guru-guru dan dosen hanya akan sibuk mengajar dan lupa belajar,sarjana-sarjana akan asyik berceramah disana-sini dam mersa tak ada lagi urusan dengan kegiatan penelititan.khiyai , pastur , pendeta ,biksu amatlah  terampil dalam memanfaatkan  mulutnya untuk berkhotbah,memberi nasihat kepada jamaahnya,tapi dia sendiri tidak lagi menggunakan matanya untuk membaca dan tidak menggunakan telinganya untuk mendengarkan nasihat dan kearifan oang lain.

 

Jika sudah tak bertanya lagi , wartawan mungkin masih menulis berita kecelakaan lalu lintas / sekali-kali masih sempat tajuk rencana  yang kering dan asal ada , tapi puisi-puisi baru tak tertulis ,Karena tak perlu ada yang ditulis.

 

Jika kebiasaan bertanya dianggap berbahaya , maka yang akan menimpa kehidupan kebangsaan kita justru adalah bahaya besar : bencana kebudayaan,penalaran tidak berfungsi,kreatifitas macet total.tapi jika kebiasaan bertanya dianggap penting ,mengapa pendidikan formal kita lebih mengintroduksi  budaya imla ,budaya dikte , budaya “ fotokopi “ yang menjurus kebudaya nyontek ?

Mengapa kebebasan betanya dibatasi seminim mungkin dan kebebasan mendikte dibiarkan selonggar mungkin ?

 

 

Jika kebiasaan bertanya memang dianggap penting,anak-anak didik dari sejak pendidikan dasar sampai ke perguruan tinggi ,perlu diberi kebebasan bertanya seluas-luasnya.

Pertanyaan terakhir ini tidah kalah pentingtnya ,karena orang tua kadang-kadang menjadi lembaga sosial pertama yang melakukan penindasan terhadap hak-hak asasi manusai,hak bertanya anak-anak sendiri

 

 

 

Adakah kita masih bertanaya ?

Categories: Uncategorized Tags: ,
  1. No comments yet.
  1. December 22, 2010 at 6:19 am

Leave a comment